Perkara ego di jalan tuh salah satu cobaan berat bagi sebagian warga Indonesia. Saya bilang begitu berdasarkan bagaimana perilaku masyarakat saat berkendara baik di jalan raya maupun di jalan perkampungan.
Coba kita lihat dan perhatikan, setidaknya saat di lampu merah. Apakah saat lampu merah menyala, kendaraan-kendaraan mau berhenti sesuai aturan? Saya yakin nggak, karena bagi kebanyakan orang, "tanggung ah, orang baru merah doang". Jadinya, mereka lebih memilih tetap melesat dan melewati lampu merah. Hanya segelintir orang yang kalau lampu lalu lintas sudah merah, mereka memilih untuk berhenti.
Contoh lain di lampu merah yaitu ketika lampu belum hijau, tapi sudah ada yang klakson. Nah, pernah ngerasain? Saya sering banget! Serius emosi rasanya. Memang lampu merahnya akan berakhir dalam 3 detik lagi. Tapi ya nggak langsung diklakson juga dong. Kan kami yang di depan nggak langsung tarik gas ketika lampu masih merah. Kami juga masih sayang nyawa. Apalagi di depan masih ada kendaraan yang melintas dari sisi lain karena lampu mereka masih hijau.
Kasus lain soal ego di jalan adalah ketika kendaraan-kendaraan masa kini mulai mengganti lampu depan mereka dengan lampu yang menyorot tajam dengan sinar kuat dan kalau kena mata rasanya sangat silau. Memang nampak keren dan gagah saat di jalan karena kendaraan bisa berjalan menguasai jalanan dan tak khawatir ada gangguan di depan. Tapi, masalahnya, kondisi demikian sering mengganggu pengguna jalan lain yang datang dari arah berlawanan. Saya sering mengalami ini dan mesti harus minggir daripada saya nabrak, karena kena silau dan mata saya sakit.
Yang paling menjengkelkan adalah saat kita berkendara menggunakan sepeda motor, tapi harus ekstra hati-hati karena harus beriringan dengan kendaraan-kendaraan besar seperti bus dan truk, apalagi truk gandeng ya. Lengah dikit, kesenggol kita, abis dah. Namun sayang, ada bus-bus atau mungkin truk, atau mobil ukuran besar, yang suka berperilaku seenaknya sendiri. Tiba-tiba menyalip atau melaju dengan ugal-ugalan tanpa memerhatikan kendaraan lain, benar-benar menimbulkan kekhawatiran, khususnya bagi pengendara sepeda motor. Dan masih banyak lagi hal-hal yang minim pengendalian ego saat berada di jalan.
Belum lagi soal knalpot dengan suara keras. Baik di jalan besar maupun perkampungan, pasti ada saja pengguna motor dengan knalpot super berisik ini. Rasanya seperti ingin genggam dan tarik kerah si pengendara itu dan meletakkan telinganya tepat di belakang knalpot, lalu kita tarik gas sekencang-kencangnya biar dia memahami letak gangguannya dan semoga bisa meruntuhkan egonya. Pokoknya banyak macamnya. Anda bisa tambahkan di kolom komentar.
Kenapa ini saya bahas? Karena jalan raya bukanlah milik pribadi. Ia merupakan fasilitas yang digunakan bersama. Menggunakan jalan dengan memerhatikan kenyamanan bersama seharusnya jadi prioritas setiap individu. Hal ini demi menghindari hal-hal tak diinginkan seperti kecelakaan atau chaos di jalan.
Tentunya, kejadian-kejadian yang saya sampaikan, atau hal-hal lain yang berkaitan dan sudah anda rasakan, memiliki sebab-sebabnya. Misal bus ugal-ugalan, mungkin saja sopir berbuat demikian karena mengejar target jam tiba dari perusahaan otobusnya. Orang yang suka klakson atau menerobos lampu merah juga mungkin sedang terburu-buru. Tapi, tetap saja, hal-hal tersebut bukan berarti sebagai pemakluman. Tetap saja tidak boleh dibiarkan karena perilaku-perilaku tersebut membahayakan diri dan nyawa orang lain.
Masalah-masalah yang terjadi di jalan raya seperti kecelakaan karena emak-emak pakai motor tiba-tiba belok, atau kejadian tadi malam di Batu yaitu bus pariwisata mengalami rem blong dan menabrak banyak orang serta pengendara, semua bisa diasumsikan berawal dari ego yang belum terkendali dengan baik. Apa gunanya SIM (Surat Izin Mengemudi) jika hanya sekadar jadi syarat administrasi saja agar tidak kena tilang, sedangkan penggunanya masih sembarangan belok tanpa melihat kondisi sekitar? Apakah perusahaan tidak memeriksa kondisi mesin bus atau truk sebelum melakukan perjalanan jauh padahal ini bisa dilakukan?
Menurut hemat saya, peran pihak berwenang sangatlah penting. Mulai dari kebijakan konkrit tentang berlalu lintas, ketegasan polisi dalam menindak peanggar-pelanggar, rutin melakukan audit kepada perusahaan-perusahaan transportasi dan perjalanan khususnya di kendaraan mereka, sampai memperketat hal sederhana seperti lampu merah. Wewenang mereka mampu membuat hal yang tak beraturan menjadi lebih rapi. Meskipun susah, tapi saya yakin, masyarakat pasti banyak yang setuju agar pengendara-pengendara yang seenaknya sendiri bisa ditertibkan. Bagi pengusaha-pengusaha perusahaan otobus dan travel, perlu untuk melakuan quality control secara berkala, baik kepada driver, tim, dan juga armadanya. Menerapkan prinsip kapitalisme dengan enggan mengeluarkan uang untuk quality control adalah bentuk dari kezaliman, karena pada akhirnya akan merugikan orang lain, bahkan sampai menghilangkan nyawa.
Semoga kita semakin dewasa dalam berkendara.
Komentar
Posting Komentar
Komentarin ya! Saya seneng banget kalau dikomentarin. Terima Kasih :)