Denger podcast pertama kali di ACYC 2017 (Anti-Corruption Youth Camp 2017) Bandung, sebuah pelatihan anti korupsi untuk anak-anak muda dan milenial. Konsepnya unik. Dia nggak cuma ngajarin ilmu anti korupsi, tapi juga ngewadahin pengayaan/pengembangan keahlian para peserta di platform-platform yang mereka kuasai. Maksudnya adalah, biar nanti ilmu anti korupsinya dipraktikkan di platform-platform itu. Contoh aja, di blog, di youtube, komik, sampai ke podcast.
Dari sekian platform, podcastlah yang saya baru denger. Kok kebetulan temen sekamar saya waktu acara ACYC itu memang ahli di podcast. Namanya Daru atau Handaru Arya Pradana. Dia bahkan sudah menjalankan podcastnya lumayan lama. Dia pakai nama panggung Buluk. Hahaha. Nama podcastnya adalah Podcast Pojokan. Coba deh simak, lucu abis! Podcast Pojokan waktu itu masih di Soundcloud. Lama kelamaan, bisa eksis di Spotify, bahkan dari zaman Anchor belum terintegrasi ke Spotify. Tapi tahu nggak, ternyata istilah podcast tuh ada bahasa Indonesianya. Podcast dalam bahasa Indonesia adalah Siniar.
Sejak itulah saya makin mencoba memahami podcast. Ternyata, podcast ini memang sebuah audio yang diproduksi sedemikian rupa, dikemas dengan bagus, tapi bisa didengerin kapanpun. Nah, berkembang sampai muncul di produl Apple yaitu i-Pod dan juga Apple Podcasts. Lama kelamaan semakin banyak kreator podcast yang memanfaatkan beragam platform. Yang sering dipakai dan gratis adalah Soundcloud. Saking dikemas dengan bagus, ya wajar kalau suara orang yang berbicara di dalam podcast juga bagus. Ini yang membuat saya semakin tertarik.
Podcast sepertinya bisa menjawab salah satu impian saya yang kependem sejak lama. Dulu, tahun 2013, saya pernah bikin radio streaming online bernama Kerta Radio Online. Meskipun pakai platform gratisan, tapi saya berasa bangga banget. Ayah saya pun cukup terkesan. Bahkan, saya bikin kamar se-private seakan studio. Di pintu saya tempelin tulisan "sedang LIVE". Gaya banget, yak! Padahal ala-ala doang. Sampai dibela-belain beli CPU & monitor second, perangkat-perangkat PC lain, sama microphone. Jalan lah seadanya, dengan kebanyakan isinya muter lagu sama ceramah. Sekalinya saya bikin iklan, suaranya pelan dan kurang semangat karena khawatir bikin ribut di rumah dan adik-adik yang masih krucil-krucil pada ngegangguin. Akhirnya kalau mau ngerecord ya malam hari sambil pelan-pelan suaranya. Nggak asyik banget sih. Hehe.
Begitulah soal radio. Dia pernah ada, namun kandas karena kesibukan dan minim perangkat. Apalagi CPU dan Monitor di kamar terpaksa dialihfungsikan sama ayah. Saya mah terima aja. Masih ada laptop kecil lenovo meskipun nggak maksimal. Lama-lama makin redup dan mati seketika. Impian punya radio telah terkubur.
Namun, setelah tahu podcast, saya merasakan impian yang terkubur dulu akhirnya bangkit sedikit demi sedikit. Perlahan tapi pasti, akhirnya saya putuskan untuk membuat podcast pertama dalam hidup. Namanya adalah Rajih's Voice, sebuah podcast motivasi dengan kata-kata berima. Sayangnya, cuman sampai 8 episode. Capek juga bro bikin kata-kata motivasi pakai rima. Hehe. Uploadnya baru di Soundcloud. Cari aja. Saya juga post di halaman Podcast di blog ini.
Semakin belajar, semakin bertemu banyak orang yang tertarik dengan Podcast. Salah satu orang yang saya temui (walaupun masih online) adalah Om Rane. Beliau bisa dibilang ngkongnya Podcast, soalnya sudah berkesimpung sudah lama, bahkan merupakan seorang penyiar dengan jam terbang tinggi. Uniknya, sebelum tahu Om Rane dari komunitas podcast, saya sebenarnya sudah tahu Om Rane tahun 2016 akhir di radio NHK, karena dia salah satu host di segmen belajar bahasa Jepang di website radio NHK. Sampai sat ini Om Rane masih aktif ngepodcast atau bersiniar di Podcast Gen-B. Dulu Podcastnya namanya Suarane.
Dari Om rane inilah saya tahu tentang platform yang lebih friendly untuk bikin podcast. Platform itu adalah Anchor. Dulu Anchor masih sekadar platform biasa. Sekarang, sekalinya kita bikin podcast dan bikin satu episode aja, dia bisa langsung muncul di Spotify dan beberapa platform lain. Dulu bingung aja ngasih nama podcast yang saya buat. Karena sudah terlanjur pakai nama rajihbersenandung di blog ini (nama lama), yaa akhirnya saya pakai itu saja di podcast. Dan tetap eksis sampai sekarang meskipun nggak rajin.
Ngomong-ngomong soal podcast saya yang Rajih Bersenandung, itu adalah salah satu cobaan berat saya. Satu sisi saya harusnya bersyukur karena sudah punya wadah. Bahkan, sudah ada sejak 2018. Namun, di sisi lain, saya seperti ragu untuk melanjutkan. Pertimbangannya adalah karena podcast ini semacam terlalu personal, plus namanya agak alay. Siapa coba yang tertarik buat dengerin sesuatu yang terlalu personal. Kalau dikemas dengan baik ya bagus. Masalahnya ini ngemasnya terlalu ke-aku-akuan. Padahal saya harusnya sadar, manusia mana coba yang peduli dengan cerita saya. Mereka tidak akan peduli.
Begitulah dilema itu berlanjut sampai malam ini. Saya tadinya mau bikin podcast baru aja dah. Saya malu kalau terlalu alay dan personal ini. Apalagi saya sering teringan ada yang bilang, "emang podcastmu isinya apaan sih?", dengan nada sinis. Makin ciutlah saya. Namun barusan saya sadar, kalau saya konsisten dan coba belajar mengemas pelan-pelan, nantinya juga bagus-bagus aja. Soal suara dan cara berbicara bisa diperbaiki sambil belajar. So, sepertinya podcast Rajih Bersenandung ini tetap saya lanjutkan. Namun, ide untuk buat podcast baru juga tidak perlu disingkirkan. Nanti bisa diaturlah gimana konsepnya.
Terima kasih.
Apakah kamu punya podcast?
Kalau punya, share di kolom komentar ya! Biar kita bisa saling berbagi!
Komentar
Posting Komentar
Komentarin ya! Saya seneng banget kalau dikomentarin. Terima Kasih :)