Jelas sudah kalau lebaran tahun ini berbeda. Pandemi Coronalah penyebabnya. Pulang? Tidak mungkin rasanya. Eh, mungkin sih kalau di Indonesia. Hehe. IYKWIM. Karena kondisi inilah, saya tidak memilih untuk memaksakan diri kembali ke kampung halaman. Lebih baik di sini saja. Aman! Lebarannya? Ya di sini, di dalam kampus, Universiti Sains Malaysia, Penang. Di asrama lebih tepatnya. Seperti foto di atas, saya sholat Idul Fitri bareng teman-teman asrama di musholla. Barisan belakanag adalah kawan-kawan dari Afrika, yang jongkok dari Indonesia semua.
Kok masih saja Sholat Ied berjama'ah?
Iya. Soalnya menurut saya sudah aman sih di sini, jadi saya memutuskan untuk ikut sholat Ied. Di Penang, statusnya sudah Zona Hijau dari Covid-19. Meskipun ikut sholat ied berjamaah, saya masih tetap sholat 5 waktu sendirian di kamar setelah itu. Tetap, saya nggak bermaksud kenapa-kenapa. Hanya untuk sementara berusaha memotong jalur virus saja walaupun virusnya mungkin sudah aman.
Apa yang unik dari sholat Ied di negeri orang?
Saya menemukan hal-hal yang mungkin berbeda dalam tata cara melaksanakan sholat. Sebagai contoh dalam hal takbiriatul ihram. Biasanya, takbiratul ihram yang dilakukan masyarakat Indonesia ialah dengan bertakbir dan mengangkat tangan, bersedekap, kemudian mengulanginya hingga tujuh kali di rakaat pertama dan lima kali di rakaat kedua. Ternyata, kawan-kawan dari Afrika berbeda. Mereka tetap bertakbiratul ihram di awal, lalu takbir selanjutnya dilakukan dengan ucapan, tanpa mengangkat tangan. Hahaha, kaget sih tapi ternyata gitu ya. Lumayan saya jadi tahu hal baru.
Kalau takbiran, ternyata kawna-kawan dari Afrika takbirnya 2 kali. Allahu Akbar.. Allahu Akbar.. Laailaahaillallahu wallahu akbar.. Allahu Akbar wa Lillahil Hamd. Sama eh kayak Muhammadiyah. DI Indonesia kan umumnya 3 kali kan ya. Di Malaysia juga sih. Tapi ternyata kawan-kawan dari Afrika dua kali. Plus kalau takbiran ya takbiran sendiri-sendiri, samar-samar gitu suaranya. Bahkan sebelum sholat, kami malah nggak ada takbirannya.
Gimana rasanya lebaran di negara tetangga?
Sepi! Meskipun kalau saya mau kunjungan atau keliling asrama lalu salaman dengan teman-teman dari manapun itu sebenarnya bisa banget, saya nggak melakukan itu. Lebih baik mengutamakan physical distancing. Sejak awal diberitakan pandemi corona di seluruh dunia, termasuk Malaysia, saya full berada di kamar. Paling keluar kamar untuk beli makan aja.
Sholat berjama'ah di musholla (mushollanya deket banget dengan kamar saya. Itu yang di foto tuh mushollanya) juga sementara tidak saya ikuti. Teman-teman mungkin bertanya-tanya, tapi mereka bisa memahaminya. Setelah Sholat Ied berjamaah (akhirnya ikut sholat di musholla setelah sekian lama), saya berfoto dan segera kembali ke kamar. Video call dengan keluarga dan teman-teman di Indonesia sudah menunggu.
Masih soal sepi. Yaa ini karena diri saya sendiri sih. Di hari lebaran, PPI Universiti Sains Malaysia mengadakan halal bi halal. Bukannya ikut biar ketemu teman-teman sesama Indonesia, malah tidur saya. Ngantuk banget soalnya karena smeinggu terakhir bulan Ramadhan sering begadang. Alhasil, lemes. Dari pagi saja saya tidak sempat makan karena memang tidak ada makanan.
Malamnya, saat cek instagram, ada feed dari akun IG komplek asrama saya. Ternyata, di pagi hari tuh ada pembagian makanan free di kantin. Hehe, belum rezekinya. Untung kawan saya, Rita Widiastutik, menelepon dan menanyai saya di mana dan kenapa tidak ikut. Saya jawab saja karena kelelahan. Spontan Widi menyipkan beberapa bungkus makanan dari halal bi halal. Saya berterima kasih banget. Nggak enak juga sebenernya. Ini agenda PPI, tapi saya nggak ikut menyukseskan. Berdosa banget saya. Malam itu juga saya ke asrama widi untuk mengambil bungkusan makanan. Akhirnya makan juga saya.
Jadi, sepi sih nggak, karena banyak orang, bahkan mahasiswa Indonesia banyak juga di sini. Saya merasa sepi karena lebih banyak di kamar saja, tidur, mengistirahatkan badan, dan kebanyakan merenung. Ditambah lagi rasa lapar yang menjadi-jadi. Tapi, video call dari keluarga inti, keluarga besar, dari kawan-kawan juga, itu bener-bener menghibur.
Oh, iya. Malam takbiran ada kok suara kembang api, seperti di Indonesia. Bahkan dua hari sbeleum lebaran juga sudah ada beberapa suara kembang api di malam hari. Apalagi kalau sudah lebaran, kembang apinya lumayan. Tapi nggak seramai kalau tahun baru Cina sih. Nggak seramai di Indonesia.
Gimana hari kedua lebarannya?
Hehe, yaa gitu-gitu aja sih. Makanan semalem masih ada sisanya kan. Masih bisa lah buat sarapan. Siangnya, nggak masih bisa juga. Malamnya makan mie dua bungkus. Ketika orang lain update makan makanan lebaran, saya makan mie aja udah bahagia. Hehe. Sebenarnya pengen banget bisa pesan makanan melalui delivery order, tapi ternyata gerbang kampus pada ditutup. Okelah, untung saja ada persediaan mie instan (kalau di sini "mie segera" namanya).
Hari kedua ini makin seru ketika nengokin media sosial. Orang-orang bisa bekumpul dengan keluarga baik dengan ayah, ibu juga adik-adik maupun dengan suami, istri atau anak mereka. Semuanya nampak bahagia. Ini menunjukkan bahwa setiap orang sebenarnya bisa untuk bahagia, begitu pula dengan saya. Setiap orang juga punya saat-saat yang mungkin kurang membahagiakan. Dengan kata lain, kehidupan itu sebenarnya bervariasi banget. Sungguh menampar diri saya yang kadang kurang bersyukur.
Satu hal lagi. Doa orang tua. Selama orang tua mendoakan, saya sih merasa aman-aman saja. Hari ini dapet doa lagi dari orang tua. I'm feeling blessed. Paling tidak bisa bahagia seperti orang lain di sosial media.
Harapan kedepannya
Semoga lebaran tahun depan bisa memberikan kesmepatan bagi seluruh umat manusia di dunia untuk bersilaturahmi lagi. Itu aja sih, jadi semua bisa merasakan kehangatan bersua dan bermesra dengan keluarga. Aamiin..
Komentar
Posting Komentar
Komentarin ya! Saya seneng banget kalau dikomentarin. Terima Kasih :)