Sudah sejak 2018 kemarin, saya terdiagnosa alergi ke beberapa hal. Mengagetkan, karena sebelumnya tidak bermasalah. Tapi, mulai 2018 akhir, kalau tidak salah, entah kenapa tubuh saya merasakan gatal. Awalnya dari satu titik di paha. Lama-lama menyebar ke kaki, tangan, bahkan di kulit kepala. Tadinya mau cuek saja, siapa tahu nanti sembuh dengan sendirinya, karena dulu pernah terjadi seperti itu tapi hanya satu titik di telapak tangan. Bentuknya bentol tapi ada airnya. Please tidak perlu dibayangkan :)
Semakin menyebar, semakin tidak nyaman. Saya memutuskan untuk periksa ke dokter spesialis kulit di Malang. Dokter mengatakan bahwa gatal saya ini merupakan gatal bakat. Artinya sudah dari sononya. Selain itu, beliau juga mengatakan bahwa ini bisa jadi karena stress. Hanya saja beliau tidak percaya karena seumuran saya begini tidak mungkin stress, karena mungkin yang dipikirkan hanya studi dan urusan pribadi. Pantas stress jika memikirkan keluarga, mencari nafkah, memikirkan karir, dll. Okelah. Saya sih agak setuju soal stress, karena waktu itu saya sedang benar-benar down karena masalah perpisahan dengan mantan kekasih. Haha hina banget!
Saya sebenarnya masih belum mengerti apa yang dimaksud beliau soal "bakat". Yang penting, saya bisa minum obat dan mendapatkan obat salep. Dokter berpesan agar saya menghindari makanan-makanan tertentu seperti telur, unggas dan makanan laut. Suatu kesyukuran banget akhirnya saya sembuh berangsur-angsur. Dua bulan berlalu dan gatal saya kambuh lagi.
Keluarga sempat curiga, jangan-jangan ini adalah alergi. Bakat yang dimaksud adalah alergi. Maka, dengan dukungan finansial dari orang tua, saya mendatangi dokter imunologi untuk booking schedule periksa agar bisa melakukan tes alergi. Minggu depannya, saya datang ke dokter imunologi tersebut. Singkatnya, hasil tes alergi mengatakan bahwa saya alergi putih telur, kuning telur, keringat dan debu rumah. Seketika saya tertunduk lesu setelah mengetahui hal ini, karena sadar kalau tubuh saya mudah berkeringat, apalagi debu ada di mana-mana.
Yang paling menyedihkan adalah, mau tidak mau, saya harus menahan untuk tidak makan masakan ibu yang berbahan dasar telur. Sedih banget, karena masakan ibu enak banget, apalagi kalau ada yang mengandung telur. Ya Allah. Cobaan berat banget. Dokter berkata kalau penyebabnya adalah jumlah telur, keringat dan debu rumah yang terlalu banyak sehingga responnya adalah alergi (mungkin saya salah tangkap, CMIIW). Lalu, beliau juga mengatakan soal stress yang ternyata memang bisa menjadi pemicunya.
Semakin hari, semakin tidak tenang akibat gatal yang menjadi-jadi. Saya putuskan untuk memohon surat rujukan dari klinik BPJS saya untuk ke RS dekat rumah. Singkat cerita saya dapat surat rujukan dan mulai berobat di RS dekat rumah dengan BPJS. Dapat obat minum dan salep, lalu pulang. Selang dua minggu, saya sembuh. Tapi, seminggu lebih beberapa hari, kambuh lagi. Kembalilah saya ke RS untuk control. Begitu seterusnya sampai berkali-kali sampai 2019 (Oktober kalau tidak salah) kemarin.
Tulisan ini hanya bertujuan untuk curhat saja. Sebenarnya, dokter di RS dekat rumah saya juga mengatakan hal yang sama, yaitu antara memang alergi atau karena stress. Diagnosanya, saya mengidap sakit Pompholyx yang setelah saya coba-coba cari infonya, memang disebabkan oleh stress. Dokter juga menunjukkan beberapa info ke saya saat control. Saya tidak pernah mengatakan soal penyebab stress saya, karena itu memalukan banget. Masa' iya stress karena mantan kekasih. Ah, sudahlah! Selain curhat, melalui tulisan ini, saya ingin mengatakan bahwa apapun yang berlebihan akan merugikan diri kita sendiri. Mungkin saya terlalu banyak makan telur, mungkin juga saya terlalu banyak menghirup debu, berlebihan stress juga kurang baik. Memang apapun harus dikendalikan.
Mohon doanya agar cepat sembuh, ya! Ini kambuh lagi bentol-bentolnya. Di Penang panas banget soalnya, jadi mudah berkeringat. Apalagi kemarin beberapa kali makan mie kuah plus telur. Semakin menjadi-jadi. Banyak yang menyarankan saya untuk mencoba beradaptasi dan berusaha melawan alergi dengan tetap mencoba makan mie dan telur sesekali. Sesekali memang tidak apa-apa. tapi, kemarin agak keterusan, jadi kambuh. Stressnya juga maish perlu ditangani, stress apapun pokoknya.
Doain yaaa..
Komentar
Posting Komentar
Komentarin ya! Saya seneng banget kalau dikomentarin. Terima Kasih :)