BAYANG SEMU KEMERDEKAAN
Puisi Karya : Kerta Ranggah Rajasa Jayawardhana
Mungkin umurku tak setua tanah air ini
Yang telah diproklamirkan kemerdekaannya semenjak 70-an tahun yang lalu hingga kini
Yang memiliki beragam suku bangsa hingga tak terhitung jari
Yang ber”Bhinneka Tunggal Ika semenjak aku belum lahir
Mungkin pula aku tak mengerti bagaimana keadaan serta kebutuhan negara ini
Tapi dengan naluri kemanusiaanku yang hanya secuil
Paling tidak aku masih bisa mempertanyakan tentang arti kemerdekaan bumi pertiwi
Entah benar atau salah, yang jelas kemerdekaan bagiku tak selaras dengan kenyataan yang ada di negeri ini
Kita Merdeka? Bebas dari penjajah?
Tapi, apakah kita sadar jika masih ada penjajah yang menjadi lintah raksasa namun “adem ayem” dengan segala harta yang berlimpah?
Apa benar kita telah merdeka?
Hanya karena benda kecil, seseorang dihabisi, tapi maling-maling berdasi tak dihabisi padahal bermilyar milyar uang telah masuk kantong kanan masuk kantong kiri
Apa benar kita telah merdeka?
Menjadi pemulung di negeri sendiri, pengemis, pesuruh, dan segala cara yang dilakukan demi mendapatkan recehan rupiah karena merasakan sengsaranya usaha untuk mendapat sesuap nasi demi keberlangsungan hidup di rumah sendiri, sementara yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin
Apa benar kita telah merdeka?
Harta kekayaan Ibu Pertiwi yang terpendam, diporak porandakan serta dijual, sementara anak-anak Ibu Pertiwi hanya bisa melihat, menatap dengan pandangan kosong, berharap mampu merebut kembali harta Sang Ibu Pertiwi, tapi malah orang lain yang mengambil dengan cara yang cantik nan tak lazim
Apa benar kita telah merdeka?
Kesuksesan bagi orang-orang adalah memperbanyak gedung pencakar langit dan pabrik-pabrik, sementara banyak tanah yang dirampas dengan cara licik nan cerdik hanya untuk mencakar langit juga memabrik.. dan lihatlah...
Apa benar kita telah merdeka?
Para petani tak lagi menjadi tuan di negeri sendiri. Karena lahan mereka, jiwa raga mereka tergerus oleh kepentingan-kepentingan mencakar langit, membangun pabrik, menggusur sawah-sawah dengan beton-beton keras yang perlahan mengikis kehijauan dari bumi pertiwi.. Lalu...
Apa benar kita telah merdeka?
Demi harta kekayaan, rakyat yang meneriakkan haknya pun terlindas dengan cara yang tak manusiawi bahkan dengan tangan-tangan orang lain. Bahkan demi kepentingan kapitalisnya, para buruh diperas dengan pekerjaan-pekerjaan yang menguras tenaga, namun upah mereka tak sepadan dengan hasil keringat yang nyata. Demi harta apapun dikorbankan. Demi harta amanah dikorbankan, padahal hanya seberapa persen dari kekayaan Negeri yang Indah ini. Tak secuil pun jika dibanding kemahakuasaan Yang Bersinggasana di Arsy.
Benarkah kita telah merdeka?
Putra-putri Ibu Pertiwi tak lagi berkuasa atas kebebasan Ibu Pertiwi dan rumah yang mereka huni karena rumah itu telah dikuasai oleh orang lain. Betapa murah hatinya ibu kami mempersilahkan mereka masuk untuk bertamu, tapi mereka justru masuk ke rumah kami, mengambil barang barang kami, menyiksa ibu kami, menakut-nakuti kami sebagai anak-anaknya yang tak tahu menahu apa-apa.
Bahkan, dengan berani mereka membuat kami saling bertengkar adu pendapat hingga saling menyakiti.. sementara aku hanya duduk di ujung melihat ibuku disiksa, saudara-saudaraku berkelahi tanpa sebab yang nyata, dan aku terikat lemah tak berdaya apa-apa.. Hanya meneteskan air mata yang bisa kulakukan..
Dan..
Apa benar kita telah merdeka?
Memiliki lautan yang luas tapi sulit untuk menikmati garam. Memiliki tanah sakti yang mampu menghidupkan tongkat kayu namun tak mampu berkutik. Memiliki zamrud terindah namun tak kuasa mempertahankan kemilaunya.
Apa benar kita telah merdeka?
Penjajah Indonesia telah masuk dengan cara yang cantik serta tanpa ampun menumpas panah bangsa yang diarahkan pada mereka, bahkan mereka tuli dengan teriakan teriakan anak-anak Ibu Pertiwi
Apalah daya Ibu Pertiwi yang hanya bisa memberikan pengayoman dan kenyamanan bagi anak-anaknya justru dianiaya oleh orang lain
Ini Ibuku! Kalian apakan Ibuku! Aku masih kecil! Teganya kau mamu membunuh Ibuku! Teganya kau mau membunuh kami! Lalu di manakah sisi manusiawimu?? Apakah kau benar manusia? Apakah kau tak mengerti arti merdeka? Atau kau tak mengerti karena kata “Merdeka” itu memang bukan bahasamu? Bahkan anggota keluarga kami kau gunakan demi pelampiasan kepentinganmu
Maukah kau merasakan pahitnya bayang semu kemerdekaan?
Panji-panji merah putih yang berkibar di sepanjang jalanan saat Bulan Agustus merupakan bayang semu yang sangat indah nan elok untuk sebuah negara yang katanya “Merdeka”
Sebagai anak kecil, di ujung sini, aku hanya bisa menangis
Entah sampai kapan kemerdekaan ini menjadi hal yang simbolis
Kapan aku dan saudara-saudaraku mampu merasakan kemerdekaan yang hakiki
Kami terjajah tapi kami tak sadar
Kami tertindas tapi kami memilih untuk diam
Karena jika tak diam maka kami akan dilindas
Kami terdiam juga karena kami termakan iming-iming penjajahan
Penjajahan yang tak nampak namun berkelanjutan yang implikasinya pada moral serta etika kami
Kami tak lagi saling menghormati
Kami tak lagi menjaga indahnya zamrud yang kami miliki
Kami tak lagi membela eksistensi sawah dan lumbung padi kami yang katanya rumah kami ini “Negara Agraris”
Perilaku kami seakan bahagia melihat ibu kami disiksa oleh orang tak dikenal
Kuayunkan tanganku meraih panji-panji yang berkibar
Tak ada yang kurasakan selain pahit di hati
Karena aku dan saudara-saudaraku sendiri tak mampu berteriak lagi menolong ibu kami
Malang, 16 Agustus 2017
Menjelang hari yang katanya kemerdekaan Indonesia
Merefleksikan Proklamasi yang diperjuangkan dengan sedemikian rupa namun terurai begitu saja oleh... entah siapa aku juga tak tahu.. karena tak ada yang mau tahu dan yang memberitahu akan diberitahu untuk tidak memberitahu. Jika tetap memberitahu, maka akan diberitahu lagi dengan kedatangan malaikat maut yang tak diketahui. Keadilan yang samar.
Komentar
Posting Komentar
Komentarin ya! Saya seneng banget kalau dikomentarin. Terima Kasih :)