Sekian lama kutinggalkan blogku, kini kulihat banyak sekali sarang laba-laba dengan debu 5 centi di tiap interiornya. Hahahahaha... Welcome Back to my Blog, People! Ini adalah renungan konyol mahasiswa yang hampir menginjak-injak masa semester 6 :) .
Lumayan nyentrik sih topik yang kutulis ini. Sekian lama aku berada di bangku kuliah semenjak tahun 2011 di ISID (Institut Studi Islam Darussalam) yang sekarang telah menjadi UNIDA (Universitas Darussalam) dengan Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin, lalu bertolak ke UMM (Universitas Muhammadiyah Malang) di tahun 2012 dengan Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, banyak sekali lika-liku kuhadapi. Mulai dari ilmu yang membutuhkan proses lama untuk dipahami, pergaulan, nilai jelek, tugas menumpuk, bingung soal pembayaran, pusing mencari buku yang tak dijual di mana-mana bahkan di perpustakaan pun tak ada, kerja kelompok yang menindas, kesal dengan jadwal yang berubah-ubah, muak dengan teman-teman yang sok rajin karena lebih memilih tugas daripada mengerjakan soal UTS/UAS, risih dengan teman yang menyontek karena takut kita sendiri yang kena batunya oleh pengawas ujian, kompetisi IP tertinggi, dipuji dan disindir baik oleh dosen maupun kawan sendiri baik di depan maupun di belakang muka, kehabisan pulsa selama hampir sebulan (oh no!), perbedaan pendapat yang akhirnya berbuah konflik abadi, nunda pekerjaan dan jutaan masalah lain yang kalau disebutin satu persatu pasti nyengir sendiri deh..
Salah satu dari bejibun masalah di atas yang lumayan membuatku memeras otak untuk terus maju meski terjatuh tanpa banting setir mindset adalah kompetisi IP (Indeks Prestasi). Ya Allah. Tak kusangka ternyata memang benar adanya kompetisi ini. Aku tak akan mengatakan ini adalah kompetisi yang kotor dan buruk karena nyatanya ada yang memang pintar ada juga yang curang dan asal tapi karena bekal keberuntungan atau karena faktor X. Yang jelas, kompetisi ini adalah kompetisi untuk kebajikan. Namun, yang disayangkan adalah cara yang digunakan bermacam-macam.
Ada yang berusaha sekuat tenaga dengan belajar sungguh-sungguh tapi ada pula yang santai banget plus malas-malasan, tugas copy paste aja, tinggal tanya teman yang datang, tapi IP juga bagus. Bikin kesel tuh. Hahahhaa... Lagi, mungkin terlihat konyol karena menurut orang lain mungkin seperti ini "buat apa kamu mikir urusanku? urusanmu aja belum kelar" yaitu motif kompetisi IP ini berbeda-beda. Ada yang dia karena usaha untuk belajar maka wajar dapat IP bagus. Secara keilmuan dia mengetahui, bisa merasakan dan mampu mempraktekkan di lapangan. Ada juga yang bertujuan agar IP bagus karena visi ke depan sudah dirancang, aku harus dapat kerjaan dan diterima di perusahaan besar nanti sehingga selalu rajin mengikuti prosedur perkuliahan mulai dari pembelajaran, penugasan, ujian, carmuk ke dosen (masuk kriteria nggak ya? hahahaha :D) dan lain sebagainya sehingga IP bagus. Tentunya, perusahaan mana sih yang mau nerima wisudawan dengan IPK jelek? paling nggak di atas 3, lah.. (Ah, elo jih! Kuliah kan biar elo bisa keterima kerja. Terus elo kuliah buat apaan? maen-maen? | Ooooh gitu toh. Yah, aku mikirnya kuliah untuk bekal dikemudian hari coy, selain terampil di lapangan, ilmunya juga bermanfaat. Berarti gue kuliah buat bisa nyari kerjaan aja donk ntar | Yaelah, elo kagak ngarti!! Bodo amat ah!) , Ada pula yang menganggap bahwa ini adalah amanah orang tua, jadi aku harus belajar dengan giat. Bisa diterima kerja (eh sama aja ya) dan ribuan motif lain yang kalau disebutin satu-satu bakal bengong sendiri deh hehehe :D. 2 hal itulah yang membuatku terheran-heran. Mungkin akan terjawab atau bisa jadi tak usah membutuhkan jawaban.
Jelas masih membingungkan buatku, karena jika kuliahku saat ini adalah jalanku untuk menuntut ilmu, apakah menjamin nanti aku akan dapat pekerjaan? Lalu, jika kuliahku ini adalah jalanku untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang layak nanti, diterima diperusahaan besar, apakah akan menjamin semua ilmu yang kupelajari selama bertahun-tahun itu akan tetap melekat dalam hati dan pikiranku? Hmmm.... Jika dipikir-pikir, kenyataan hidup saat ini adalah kamu mau makan atau dimakan? Setelah lulus nanti adalah tuntutan secara ekonomi. Jelas!
Sebenarnya, semenjak dulu aku belajar di bangku TK (emang udah sadar ya? hahahaha), SD lalu ke KMI 6 tahun di tambah mengajar 1 tahun, mengenyam pendidikan adalah untuk menimba ilmu secara kognitif, afektif dan psikomotorik. Begitulah hingga ke bangku kuliah. Meskipun tak sempurna, tapi tak pernah terbesit dalam pikiran saat lulus kuliah nanti aku harus bisa diterima kerja di perusahaan besar dengan gaji menjanjikan. Semenjak semester 2, 3 aku sudah mendengar tentang ini (kompetisi untuk bisa diterima di dunia kerja dengan IPK bagus) dan jujur saja tak ku gubris meskipun tetap terngiang-ngiang. Hanya saja aku masih penasaran, apakah ada kompetisi seperti itu? Ternyata ada, It's real! Aku mulai merasakannya di semester 5 ini. Sempat aku berpikiran, kalau hanya jadi pegawai yooo aku yo iso brooh... Tapi bagaimana diri ini bisa bermanfaat bagi orang lain dan juga bisa berdiri sendiri. Jadi pegawai juga nggak asal jadi pegawai loh. Harus ada softskill (aku merasa softskill sangat kurang, jadi harus aku tingkatkan, terlebih disiplin harus kuperbaiki). Solusiku dengan mindset ini adalah nggak mungkin aku nggak dapat pekerjaan. Kalau aku sudah usaha belajar, nggak mungkin akan diganjar dengan nilai jelek. Biar nilai jelek datang, meskipun ada prasangka buruk ke dosen di awal, tapi pasti Allah berkehendak lain dengan membuat nilaiku jelek seperti ini. Terus aku jalani.
WOI, Ini renungan po curhatan seh??
Hahahahahahaha...
We back to our personal choice.. Dari lubuk hati yg paling dalam, 2 pilihan di atas adalah pilihan yang baik. Toh tak dapat dipungkiri semua mahasiswa akan menghadapi dunia kerja nantinya. Kalau IPK jelek, mau di taruh mana tuh muka? kalau nggak disiplin, mau dipecat? kalau nggak ada softskill, mau di malu-maluin?
Yang penting, berusaha dengan sungguh-sungguh, do'a, tawakkal. Kesuksesan nggak akan datang kecuali dengan sungguh-sungguh disertai dengan Do'a kepada Allah SWT. Orang Arab aja bilang, kalau mau sukses ya laluilah jalan menuju sukses itu, wong perahu itu loh nggak berjalan di atas tanah cuy.. :)
Lumayan nyentrik sih topik yang kutulis ini. Sekian lama aku berada di bangku kuliah semenjak tahun 2011 di ISID (Institut Studi Islam Darussalam) yang sekarang telah menjadi UNIDA (Universitas Darussalam) dengan Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin, lalu bertolak ke UMM (Universitas Muhammadiyah Malang) di tahun 2012 dengan Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, banyak sekali lika-liku kuhadapi. Mulai dari ilmu yang membutuhkan proses lama untuk dipahami, pergaulan, nilai jelek, tugas menumpuk, bingung soal pembayaran, pusing mencari buku yang tak dijual di mana-mana bahkan di perpustakaan pun tak ada, kerja kelompok yang menindas, kesal dengan jadwal yang berubah-ubah, muak dengan teman-teman yang sok rajin karena lebih memilih tugas daripada mengerjakan soal UTS/UAS, risih dengan teman yang menyontek karena takut kita sendiri yang kena batunya oleh pengawas ujian, kompetisi IP tertinggi, dipuji dan disindir baik oleh dosen maupun kawan sendiri baik di depan maupun di belakang muka, kehabisan pulsa selama hampir sebulan (oh no!), perbedaan pendapat yang akhirnya berbuah konflik abadi, nunda pekerjaan dan jutaan masalah lain yang kalau disebutin satu persatu pasti nyengir sendiri deh..
Salah satu dari bejibun masalah di atas yang lumayan membuatku memeras otak untuk terus maju meski terjatuh tanpa banting setir mindset adalah kompetisi IP (Indeks Prestasi). Ya Allah. Tak kusangka ternyata memang benar adanya kompetisi ini. Aku tak akan mengatakan ini adalah kompetisi yang kotor dan buruk karena nyatanya ada yang memang pintar ada juga yang curang dan asal tapi karena bekal keberuntungan atau karena faktor X. Yang jelas, kompetisi ini adalah kompetisi untuk kebajikan. Namun, yang disayangkan adalah cara yang digunakan bermacam-macam.
Ada yang berusaha sekuat tenaga dengan belajar sungguh-sungguh tapi ada pula yang santai banget plus malas-malasan, tugas copy paste aja, tinggal tanya teman yang datang, tapi IP juga bagus. Bikin kesel tuh. Hahahhaa... Lagi, mungkin terlihat konyol karena menurut orang lain mungkin seperti ini "buat apa kamu mikir urusanku? urusanmu aja belum kelar" yaitu motif kompetisi IP ini berbeda-beda. Ada yang dia karena usaha untuk belajar maka wajar dapat IP bagus. Secara keilmuan dia mengetahui, bisa merasakan dan mampu mempraktekkan di lapangan. Ada juga yang bertujuan agar IP bagus karena visi ke depan sudah dirancang, aku harus dapat kerjaan dan diterima di perusahaan besar nanti sehingga selalu rajin mengikuti prosedur perkuliahan mulai dari pembelajaran, penugasan, ujian, carmuk ke dosen (masuk kriteria nggak ya? hahahaha :D) dan lain sebagainya sehingga IP bagus. Tentunya, perusahaan mana sih yang mau nerima wisudawan dengan IPK jelek? paling nggak di atas 3, lah.. (Ah, elo jih! Kuliah kan biar elo bisa keterima kerja. Terus elo kuliah buat apaan? maen-maen? | Ooooh gitu toh. Yah, aku mikirnya kuliah untuk bekal dikemudian hari coy, selain terampil di lapangan, ilmunya juga bermanfaat. Berarti gue kuliah buat bisa nyari kerjaan aja donk ntar | Yaelah, elo kagak ngarti!! Bodo amat ah!) , Ada pula yang menganggap bahwa ini adalah amanah orang tua, jadi aku harus belajar dengan giat. Bisa diterima kerja (eh sama aja ya) dan ribuan motif lain yang kalau disebutin satu-satu bakal bengong sendiri deh hehehe :D. 2 hal itulah yang membuatku terheran-heran. Mungkin akan terjawab atau bisa jadi tak usah membutuhkan jawaban.
Jelas masih membingungkan buatku, karena jika kuliahku saat ini adalah jalanku untuk menuntut ilmu, apakah menjamin nanti aku akan dapat pekerjaan? Lalu, jika kuliahku ini adalah jalanku untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang layak nanti, diterima diperusahaan besar, apakah akan menjamin semua ilmu yang kupelajari selama bertahun-tahun itu akan tetap melekat dalam hati dan pikiranku? Hmmm.... Jika dipikir-pikir, kenyataan hidup saat ini adalah kamu mau makan atau dimakan? Setelah lulus nanti adalah tuntutan secara ekonomi. Jelas!
Sebenarnya, semenjak dulu aku belajar di bangku TK (emang udah sadar ya? hahahaha), SD lalu ke KMI 6 tahun di tambah mengajar 1 tahun, mengenyam pendidikan adalah untuk menimba ilmu secara kognitif, afektif dan psikomotorik. Begitulah hingga ke bangku kuliah. Meskipun tak sempurna, tapi tak pernah terbesit dalam pikiran saat lulus kuliah nanti aku harus bisa diterima kerja di perusahaan besar dengan gaji menjanjikan. Semenjak semester 2, 3 aku sudah mendengar tentang ini (kompetisi untuk bisa diterima di dunia kerja dengan IPK bagus) dan jujur saja tak ku gubris meskipun tetap terngiang-ngiang. Hanya saja aku masih penasaran, apakah ada kompetisi seperti itu? Ternyata ada, It's real! Aku mulai merasakannya di semester 5 ini. Sempat aku berpikiran, kalau hanya jadi pegawai yooo aku yo iso brooh... Tapi bagaimana diri ini bisa bermanfaat bagi orang lain dan juga bisa berdiri sendiri. Jadi pegawai juga nggak asal jadi pegawai loh. Harus ada softskill (aku merasa softskill sangat kurang, jadi harus aku tingkatkan, terlebih disiplin harus kuperbaiki). Solusiku dengan mindset ini adalah nggak mungkin aku nggak dapat pekerjaan. Kalau aku sudah usaha belajar, nggak mungkin akan diganjar dengan nilai jelek. Biar nilai jelek datang, meskipun ada prasangka buruk ke dosen di awal, tapi pasti Allah berkehendak lain dengan membuat nilaiku jelek seperti ini. Terus aku jalani.
WOI, Ini renungan po curhatan seh??
Hahahahahahaha...
We back to our personal choice.. Dari lubuk hati yg paling dalam, 2 pilihan di atas adalah pilihan yang baik. Toh tak dapat dipungkiri semua mahasiswa akan menghadapi dunia kerja nantinya. Kalau IPK jelek, mau di taruh mana tuh muka? kalau nggak disiplin, mau dipecat? kalau nggak ada softskill, mau di malu-maluin?
Yang penting, berusaha dengan sungguh-sungguh, do'a, tawakkal. Kesuksesan nggak akan datang kecuali dengan sungguh-sungguh disertai dengan Do'a kepada Allah SWT. Orang Arab aja bilang, kalau mau sukses ya laluilah jalan menuju sukses itu, wong perahu itu loh nggak berjalan di atas tanah cuy.. :)
is that true, usaha dan berdoa...
BalasHapusmau berapaun ipknya, rezeki udah dipersiapkan sesuai kadarnya mas bero...